Thursday 16 January 2014

PENJUAL SONGONG

Kupingmu tidak kau gunakan untuk mendengar, ya?
Aku memesan lalapanmu dan kau bilang “ya.”
Temanku memesan pangsit di penjual sebelah.
Kau memandang ke arah temanku sekilas sembari gorenggoreng.
Lantas kenapa kau memastikan lagi pada temanku saat aku mengambil segelas teh di meja lain?
Tentu saja temanku jawab “tidak pesan
Kerana yang kau tawari dikiranya dia.
Pangsit diantar di meja temanku.
Aku menunggu lalapanku hadir di mejaku.
Sampai pangsit temanku tinggal separuh,
Aku masih menunggu lalapanku.
Pangsit temanku tinggal sedikit
Aku menengok ke arahmu yang melayani orang yang pesan setelahku.
Kesabaranku habis.
Aku menghampirimu.
Emosiku sampai pada puncaknya ketika kau bilang.
“tadi katanya nggak jadi?” dengan nada keras.
“yang nggak jadi kan temenku!” kataku dengan nada yang keras pula.
Ada penjual pangsit di sebelahnya.
Dan aku pun memesan pangsit sebelah dengan nada keras.
Biar dia dengar dan cemburu.
Dan merasa bersalah.
Meski aku ingin lalapan.
Rasakan!


Malang, 27 April 2011

PINTAKU PADA IBU

Ibu, hampiri aku
Ibu, nasehati aku
Ibu, tenangkanlah aku
Ibu, sayangi aku
Ibu, peluklah aku
Ibu, sadarkan aku
Ibu, tolonglah aku
Ibu, bimbinglah aku
Ibu,  cintai aku
Ibu,  kembalikan aku

Malang, 27 April 2011

KETIKA LUKA KARENA LAKU

Betapa sakitnya hati ini...
Luka ini menyayat hati bagai disayat sembilu.
Sebilah pedang telah menusuk jantung.
Pedih perih tiada tara kurasa.
Menyibak darah yang membuat kulitku keruh.
Dan akhirnya meleleh.
Hanya terus mengucur mengalir .
Hanya mengikuti kehendak orang lain.
Tanpa paham kehendak diri.
Berharga atau tidak ya diriku ini?
Aku hanya diam merenungi  diri,
Akan apa yang telah kuperbuat.
Selalu menimbulkan masalah.
Dan akan membuatku berkata.
“Seharusnya aku tadi tidak begitu”
Hmm! padahal sebenarnya...
Kalau aku begitu pun.
Juga akan jadi begini.
Semuanya sama saja.
Apa yang kulakukan selalu salah.
Apakah sebaiknya aku diam saja?


Malang, 27 April 2011

Coppelia

Coppelia adalah kisah yang berasal dari Polandia. Setiap hari Coppelia selalu membaca buku di balkon rumah Pak Tua Coperius. Suatu ketika, Franz berhasil menyusup masuk ke rumah Pak Tua. Tetapi ketahuan dan diberi obat tidur oleh Coperius tua. Swanilda tidak suka melihat Franz, (kekasihnya) asyik memikirkan Coppelia. Dia menyusul Franz dengan menyusup masuk ke rumah Pak Tua pula. Sesampainya di rumah Pak Tua, dia terkejut. Ternyata Coppelia adalah boneka buatan Coperius. Mendadak Coperius pulang. Swanilda lantas menyamar menjadi Coppelia. Coperius amat senang melihat Coppelia bisa menari. Pikirnya, boneka ciptaannya itu bisa bergerak. Saat Coperius pergi, Swanilda lalu menyadarkan Franz dan mereka berdua segera kabur dari situ. Akhirnya Swanilda dan Franz menikah.